Anak Tidur Mendengkur


Jika ada anak tidur mendengkur, hampir bisa dipastikan dia mengalami gangguan pada emosi-nya. Bahkan menurut sebuah survei di beberapa negara maju yang dilakukan pada 10.000 anak, mendengkur serta gangguan pernafasan pada malam hari, rentan kepada perilaku menyimpang juga terdapat masalah emosional lain disaat si anak tumbuh dewasa.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh The Journal Pediatrics, ini bukanlah penelitian yang pertama menyelidiki tentang kebiasaan anak tidur mendengkur, bernafas melalui mulut, ataupun terlihat bagaikan berhenti untuk bernafas beberapa saaat (apnea).

"Kami tidaklah menciptakan sebuah asosiasi," ujar Karen Bonuck si Kepala Peneliti, di Albert Einstein College of Medicine New York. Tapi apa yang dilakukan timnya ini merupakan suatu penelitian terbesar di dalam menilai permasalah yang sama dgn melibatkan lebih 13.000 anak, mulai usia bayi sampai dengan 7 tahun.

Diantara dari sejumlah anak-anak tersebut, sebanyak 45% nya tidak mempunyai masalah dengan pernafasan pada saat tidur di malam harinya. Jumlah itu didasarkan kepada keterangan orang tua sianak tersebut. Sisanya mempunyai gejala-gejala dengan pernafasan ketika mereka masih berusia bayi sampai dengan sekarang, atau mulai mendapat gejala pada usia tertentu.

Diantara total 55% anak yg mengalami gangguan pada pernafasan, 8%-nya disebut oleh peneliti sebagai kelompok yang memiliki ‘kasus terberat’. Kelompok tersebut mempunyai masalah dengan pernafan dari bayi dan sampai mencapai puncaknya pada usia dua serta tiga tahun dan kemudian ini bertahan sampai sekarang.

Secara keseluruhan jumlah, tim Karen juga telah menemukan bahwasanya anak yang memiliki gangguan pernafasan pada saat tidur di malam hari, cenderung mempunyai gangguan emosional dan gangguan kecemasan atau juga disebut ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) pada usia 7 tahun.

Sejumlah 13,5% anak yang mengalami gangguan pernafasan pada saat tidurnya, mengalami gangguan emosi pada usia 7 tahun. Risiko terbesar didapat pada kelompok dengan ‘kasus terberat’ dimana sebanyak 18% dari anak-anak ini memiliki gangguan emosional serta perilaku.

Para peneliti tak bisa menyimpulkan dengan pasti apakah semua anak mempunyai gangguan emosional seperti ADHD ini. Sebab hasil yang mereka dapatkan didasari pada kuesioner yg diberikan pada para orang tua. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, anak-anak haruslah didiagnosis untuk memperoleh hasil yang lebih akurat, ujar Keren.

Lebih daripada itu para ahli juga tak yakin bahwa masalah pernafasan ini adalah merupakan penyebab utama mengapa anak-anak menderita gangguan pada emosinya. Tapi tim ahli telah dapat mengumpulkan data dari bermacam-macam variable penunjang yang bisa membantu dalam menjelaskan korelasinya, misalnya ras, pendidikan orang tua, apakah ibu merokok saat mengandung atau berat lahir si anak.

“Walau tetap menjadikan variabel penunjang, sepertinya gangguan terhadapt pernafasan saat tidur ini tetap mempunyai dampak paling besar,” kata Keren.

Keren juga menekankan bahwa penelitian tersebut tidak serta merta bisa mengatakan bahwa gangguan pernapasan pada saat tidur anak adalah sebuah kesimpulan yang pasti. Menanggapi penelitian tersebut Keren menyarankan kepada para orang tua untuk tidak langsung panik. Karena gangguan pada perilaku anak tidur mengorok serta emosi itu disebabkan oleh banyak faktor juga.

"Tapi ini bukan berarti para orang tua tidak perlu memperhatikan kondisi kesehatan pernapasan si anak. Bila orang tua mempunyai keprihatinan, maka mereka perlu berkonsultasi mengenai hal tersebut kepada sang dokter anak mereka. Baik mengenai anak yang tidur mendengkur maupun penyebab kelainan pernafasan tersebut” saran dari Keren.

Advertisement